
JURNAL INVESTIGASI 8
Royal Golden Eagle Diduga Telah Merusak Hutan 37 Ribu Hektar Sejak 2015
DALAM laporan jurnal investigasi telah diungkap adanya sejumlah keterkaitan Royal Golden Eagle (RGE) atas konsesi tutupan hutan di Provinsi Papua, Kalimantan dan Sumatera. Hingga saat ini, RGE belum mememberikan tanggapan. Demikian pula, PT Phoenix Resources International tidak menanggapi atas temuan proyeksi permintaan kayu yang diduga akan memberikan tekanan pada hutan alam di Kalimantan dan Papua.
Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (Stakeholder Advisory Committee–SAC) APRIL dan KPMG telah menerima ringkasan laporan dan memberikan tanggapan. Sebagai tanggapan umum atas temuan dalam laporan tersebut, salah seorang co-chair SAC, Dr Jeffrey Sayer, mengungkapkan SAC dibentuk untuk menangani kekhawatiran para pemangku kepentingan atas masalah-masalah terkait pasokan serat kayu untuk pabrik Kerinci. Dengan demikian, sebagian besar masalah yang diungkapkan berada di luar mandat SAC.
“Masalah tersebut tetap menarik dan kami akan terus melakukan peninjauan atas itu di dalam rapat kami kedepannya. Kami memakai kesempatan ini untuk mengingatkan EPN, serta pemangku kepentingan lainnya bahwa mandat SAC terbatas pada memberikan pengawasan dan rekomendasi mandiri atas penerapan Kebijakan pengelolaan hutan berkelanjutan (Sustainable Forest Management Policy/SFMP) oleh APRIL,” tulisnya.
Sementara itu, KPMG juga menanggapi sejumlah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam laporan investigasi yang berkaitan dengan pengembangan pabrik di Kalimantan. “KPMG dipekerjakan oleh Komite Penasihat Pemangku Kepentingan (SAC) APRIL untuk memberikan jaminan terbatas atas komitmen Kebijakan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan (SFMP), khususnya rantai pasok APRIL untuk pabrik Kerinci mereka. Cakupan penilaian kami tidak termasuk RGE Group yang lebih luas atau pabrik lainnya,” ungkapnya.
Terpisah, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra menuturkan, meski memiliki komitmen untuk meniadakan deforestasi dari rantai pasoknya, Royal Golden Eagle Group dan pemilik manfaat utamanya, Sukanto Tanoto terus mendorong deforestasi melalui jaringan perusahaan di Indonesia yang berada di bawah kendalinya.
Kata dia, kelemahan dalam cakupan kebijakan keberlanjutan RGE saat ini merupakan kegagalan dalam menerapkan kebijakan kepada semua perusahaan entitas sepengendali RGE, seperti PT Balikpapan Chip Lestari, Asia Symbol, dan PT Riau Andalan Pulp & Paper. Akibatnya, telah berujung pada kerusakan lebih dari 37.000 ha hutan hujan sejak kebijakan bebas deforestasi RGE ditegakkan pada Juni 2015.
“Kebanyakan area yang hancur itu adalah habitat penting untuk orangutan Borneo. Lembaga-lembaga yang menerbitkan laporan ini mengkhawatirkan akan rencana RGE untuk ekspansi pabrik Riau Andalan, yang dioperasikan oleh PT Riau Andalan Pulp & Paper di Sumatera bagian tengah, serta pembangunan pabrik pulp raksasa oleh PT Phoenix Resources International yang dikendalikan RGE di Kalimantan Utara akan mendorong gelombang deforestasi baru,” terangnya. (*)